Cinema Digital
Pengertian Cinema Digital
Sebelum kita
membahas tentang Digital Cinema sebaiknya diketahui dahulu apa sih Digital Cinema
itu? Digital Cinema atau Sinema Digital adalah penggunaan teknologi
digital untuk mendistribusikan dan menayangkan gambar bergerak. Disini sebuah
film dapat didistribusikan lewat perangkat keras, piringan optik atau satelit
serta dapat ditayangkan menggunakan proyektor digital alih-alih proyektor film
konvensional.
Sinema
digital berbeda dari HDTV atau televisi high definition. Sinema digital
tidak bergantung pada penggunaan televisi atau standar HDTV, aspek rasio atau
peringkat bingkai. Meskipun perkembangan terakhir di HDTV menyebabkan
kebangkitan kepentingan terkait dalam menggunakan format HD untuk sinema
digital, yang dikenal sebagai cinema HD . Proyektor digital yang memiliki
resolusi 2K mulai disebarkan pada tahun 2005 dan sejak tahun 2006. 2K disini
mengacu pada resolutions 2048×1080 (1.90:1) dan 4K pada 4096×2160 (1.90:1) .
Cinema Digital
dapat dibuat dengan media video yang untuk penayangannya dilakukan transfer
dari format 35 milimeter (mm) ke format high definition (HD). Proses transfer
ke format HD melalui proses cetak yang disebut dengan proses blow up. Setelah
menjadi format HD, penayangan film dilakukan dari satu tempat saja dan
dioperasikan ke tempat lain dengan menggunakan satelit, sehingga tidak perlu
dilakukan salinan film.
Sejarah Cinema Digital
Sutradara
film George Lucas menyatakan “bahwa film yang berkembang pada abad
pertengahan ke-19 mulai dikembangkan dari sebuah fotografi melalui media dengan
menggunakan pita seluloid untuk menangkap dan merekam gambar”. Teknologi ini
menjadi dasar pembuatan sebuah film, Lucas menyebutkan bahwa pada akhir
abad ke-19 sampai akhir abad ke-20 telah ditemukan pengganti sebuah pita
seluloid yaitu teknologi digital yang merupakan awal baru untuk penggarapan
sebuah film dan bioskop. Teknologi digital membawa pengaruh besar dalam dunia
perfilman mulai dari tahap pembuatan hingga tahap distribusi.
Masuk pada
era modern, baru-baru ini pada akhir tahun 2005 minat dari pada proyeksi film
3D stereo digital telah menyebabkan kemajuan baru pada bagian teater untuk
bekerja sama dalam jumlah terbatas menginstal 2K instalasi untuk menunjukkan
film dalam bentuk 3D. Hampir tujuh lebih film 3D digital akan dijadwalkan rilis
pada tahun 2006 atau 2007. Ini menunjukan akan meningkatnya jumlah 2K instalasi
ke beberapa ratus pada akhir tahun 2006. Untuk biaya format target yang
direncanakan 4K jauh lebih besar dan kemungkinan akan tetap ditunda sampai
hasil yang lebih untuk 3D dievaluasi. 2K tidak benar-benar memperbaiki film
yang ada sidik jarinya kecuali dalam menghilangkan goresan, dimana jika pada 4K
kemungkinan akan terlihat lebih baik dari film 35mm. Jika terbukti 3D yang
menjadi factor maka akan terlihat jauh lebih baik dalam format 4K lebih besar.
Penanyangan Cinema Digital
Walau sinema
digital memiliki keuntungan dalam tahap produksi dan pascaproduksi namun
penayangannya masih menjadi hambatan besar. Mengapa demikian? karena sebagian
besar bioskop di Indonesia hanya memiliki alat untuk memutar sinema seluloid.
Satunya-satunya cara agar sinema digital bisa diputar di bioskop hanyalah
dengan mencetaknya kembali dalam pita seluloid. Sedangkan tidak semua sinema
digital yang berformat video bisa ditransfer menjadi seluloid karena standar
video adalah 625 garis atau 525 garis. Sedangkan, kualitas imaji seluloid 35 mm
setara dengan 2.500 garis. Jadi kalau dari video digital ditransfer ke seluloid,
hasilnya akan jauh dari memuaskan. Di Indonesia untuk saat ini hanya
Blitzmegaplex yang mempunyai peralatan yang mampu menayangkan film dengan
format digital.
Keuntungan Ekonomi dan Kelebihan Cinema Digital
Penggunaan
teknologi digital dalam proses produksi memberikan keuntungan, bila sebelumnya dalam
penggarapan sebuah sinema, sinema harus dibuat dengan pita seluloid yang harganya
bisa dibilang sangat mahal. Pita seluloid 35 mm satu rollnya berharga empat
juta dan hanya mampu merekam sepanjang empat menit. Berarti bayangkan bila yang
kita buat itu sinema berdurasi seratus menit harus berapa dana yang kita
keluarkan? 25 juta rupiah, tentu harga yang besar bukan. Itu hanya untuk
merekam gambar dan belum untuk mengedit dan memperbanyak gambar. Pada sinema
seluloid, sinema harus melalui proses printing dan blow up yang bisa
menghabiskan dana minimal 233 juta rupiah. Sedangkan biaya untuk membuat kopi
sinema adalah 10 juta rupiah. Padahal untuk diputar di bioskop di seluruh Indonesia,
sebuah sinema minimal harus memiliki 25 kopi. Artinya produser harus
menyediakan dana 250 juta rupiah.
Sedangkan
biaya untuk proses pembuatan secara digital dibutuhkan dana yang jauh lebih
rendah dibanding mengunakan pita seluloid. Untuk proses pengeditan secara
digital, file bisa disimpan kedalam hardisk atau memori flash. Selain itu file
nya bisa didownload dengan menggunakan sistem RAID (Redundant Array of
Inexpensive/Drives independen/Disk). Oleh karena itu, bagi para produser sinema
digital merupakan teknologi yang sangat murah. Teknologi ini dapat dijadikan
alternatif untuk para pembuat film yang ingin berkarya dengan biaya yang tidak
mahal dapat menghasilkan sebuah karya yang bernilai harganya.
sumber:
http://iko-kyokushin.blogspot.co.id
http://paradiza.blogspot.co.id
Komentar
Posting Komentar